decem (END)
Chapter terakhir nih! Buwahahaha
Makasih buat semua yang udah baca, comment, vote.. I love you all serius 😭
Walaupun endingnya ga sesuai ekspektasi, kuharap kalian tetep suka yaa!
Happy reading!
.
.
.
.
.
Halilintar yang mendengar kabar itu tidak tau harus berbuat apa. Ia sendiri masih tak percaya bahwa sahabatnya, Taufan menjadi korban kekerasan dari kekasihnya sendiri.
Di sisi lain, Halilintar tau bahwa Thorn memiliki alter ego yang berbahaya. Walaupun sudah lama Thorn tidak menunjukannya, ia percaya kalau itu tidak mungkin kebetulan. Pasti ada sesuatu yang memancing kepribadian Thorn, ia tau kekasihnya tak mungkin melukai orang lain tanpa alasan.
Kini ia berada di rumah sakit jiwa, tempat Thorn dibawa. Taufan sendiri dilarikan ke rumah sakit terdekat untuk mendapat penanganan atas luka-lukanya. Pak will menemaninya, sedari tadi ia berusaha menangkan Halilintar yang nampaknya begitu shock dengan kejadian ini.
Saat Halilintar dan Pak will mengunjungi ruangan Thorn, mereka dikejutkan dengan pemandangan Thorn tengah terduduk di kasurnya, terlihat seperti memegang sesuatu yang memaksa tubuhnya bangun.
"T-thorn..?"
Halilintar perlahan memasuki ruangan itu diikuti oleh sang guru. Ia berjalan mendekati Thorn saat tiba-tiba tubuh Thorn terlempar seakan ada seseorang yang memukulnya begitu keras.
"oh my God! Thorn- berhenti!"
Halilintar berusaha menghentikannya dengan memegang lengan Thorn namun Thorn dengan mudah menepisnya. Ia memukul sesuatu didepannya, tak sampai sedetik kemudian ia kembali terjatuh karena pukulan di perutnya.
"Thorn!"
Pak will buru-buru memegang Halilintar yang hendak menghentikan Thorn. Mereka berdua menggeleng horor menyaksikan tubuh Thorn tiba-tiba terangkat dari tanah.
Thorn mengerang kesakitan, nafasnya seakan terhalang sesuatu yang mencekiknya. Tubuhnya gemetaran dan ia memegangi lehernya sendiri, terus-terusan memohon untuk dilepaskan.
"Argh!"
Tubuh Thorn lagi-lagi terhempas ke tanah dan ia mulai berteriak kesakitan sambil memegangi perutnya. Suara keras terdengar dari tubuhnya disertai erangan tanpa henti, seakan seseorang sedang memukuli tubuhnya.
Airmata mulai membasahi netra Halilintar. Suara erangan kesakitan Thorn memenuhi telinganya dan rasanya sangat menyakitkan melihat kekasihnya menderita seperti itu.
"T-thorn.." Halilintar mencoba untuk memanggil Thorn begitu anak itu tiba-tiba bangkit dari sana. Ia berjalan menuju meja di sampingnya dan mengambil sesuatu di sana.
Halilintar merasakan adanya bahaya saat ia melihat Thorn memegang sebilah cutter. Thorn memandangi cutter itu untuk beberapa lama sebelum ia mulai mengeluarkan bagian pisaunya.
"akhiri sekarang!"
Pisau itu dengan cepat bergerak ke leher Thorn namun Halilintar memegangi lengannya.
Thorn memberontak dan terus mencoba melukai dirinya dengan cutter itu. Tenaga Thorn tentunya jauh lebih kuat dari Halilintar, ia hampir saja melukai Halilintar jika tidak dicegah oleh Pak will yang langsung menepis cutter itu hingga terlempar jauh.
Menyadari cutter di tangannya hilang, Thorn langsung berbalik menatap Halilintar dengan mata yang sepenuhnya telah berubah hitam sehingga Halilintar takut dibuatnya. Thorn menepis kasar tangan Halilintar dan menamparnya dengan keras.
"Thorn! apa yang kau?!" Pak will berusaha menghentikan perbuatan Thorn namun aksinya malah menuai pukulan keras pada wajahnya hingga tubuh sang guru terhempas ke tanah.
Thorn mendorong tubuh Halilintar dan mulai mencekiknya. Tekanan pada tenggorokan Halilintar semakin lama semakin kencang dan Thorn hanya memandanginya dengan pandangan kosong saat kekasihnya itu mengerang karena kehabisan nafas.
"T-thorn-- h-henti.."
Halilintar berusaha untuk berbicara namun suaranya sulit untuk keluar karena aliran nafas yang terhambat. Ia memegangi pergelangan tangan Thorn, menatap kekasihnya dengan netra ruby yang dialiri air mata. Tapi bukannya kasihan, Thorn malah menyeringai seakan terhibur dengan pemandangan didepannya.
"T-thorn..aku mencintaimu.." Halilintar berbisik disela-sela nafasnya. Airmatanya mengalir turun ke pipinya saat ia berusaha keras untuk meraup udara.
"kau pikir cinta bisa membantumu? ia berbohong, semua orang berbohong"
"tak ada yang benar benar mencintaimu, mereka pembohong"
"akhiri sekarang, itu solusi terbaik"
"kau tak punya siapapun, tak ada siapapun yang mencintaimu"
Pak will tersentak saat mendengar berbagai suara keluar dari mulut Thorn disertai raut wajahnya yang berubah ubah. Alter ego... jadi inikah..?
"akhiri sekarang!!"
"THORN ROLLAND!!"
Pak will buru-buru menarik Thorn dan memukulnya tepat di wajahnya. Tindakan sang guru membuat cengkraman Thorn terlepas. Ia cepat-cepat menyelamatkan Halilintar dan menyembunyikannya di belakang tubuhnya.
"T-thorn Rolland.. kau bisa mendengarku?"
Pak will perlahan menghampiri anak itu, ia berkata dengan suara yang gemetaran.
Thorn kini menatap Pak will yang memegang kedua pundaknya. Pikiran dan matanya masih didominasi oleh kegelapan, tatapannya pada sang guru begitu kosong dan pasrah.
"sudah terlambat"
"kau telah menciptakan kami, dan tak ada jalan kembali"
"akhiri!"
"akhiri sekarang, Thorn!"
"hentikan!! BERHENTI MENYURUHKU!!" Thorn meremas kepalanya dan berteriak, berusaha menghentikan suara suara yang terus menggema di kepalanya.
Halilintar merangkak menghampiri Thorn setelah mengumpulkan keberaniannya, netra ruby itu terus dialiri air mata saat ia perlahan meraih tangan kekasihnya.
"Thorn.. k-kau bisa dengar aku? lihat aku.."
Thorn perlahan mengalihkan pandangannya pada sang kekasih, menatapnya penuh derita. Ia terlihat seperti akan menangis namun kegelapan tak kunjung meninggalkannya.
"hanya aku yang bisa menolongmu, kau tak butuh siapa siapa"
"kau harus mempercayai kami"
Thorn menggeleng kuat "aku Thorn yang asli! kubilang pergi- tinggalkan aku sendiri!"
"kau tak bisa memperbaiki ini"
"kau bodoh, kau lemah, kau tak bisa berbuat apapun"
"kau tak akan pernah bahagia"
"tinggalkan aku sendiri!!" Thorn berteriak.
"kau yang menciptakan kami , kami yang lebih kuat darimu"
"dasar lemah"
"orang aneh"
"tinggalkan aku sendiri!!!" Thorn berteriak sekeras mungkin, merunduk dan membenturkan kepalanya ke lantai berkali kali yang langsung dihentikan oleh Halilintar.
"aku Thorn yang asli!! aku tak butuh kalian!! aku berharap kalian tak pernah ada!!"
Thorn hendak bangun saat tiba-tiba tubuhnya terangkat dari tanah. Ia memegangi lehernya sendiri, airmata mengalir deras dari matanya karena tak bisa bernafas.
Halilintar dan Pak will buru-buru memegangi anak itu, berusaha membuat sesuatu yang mengangkatnya melepaskannya namun sia-sia. Kekuatan dari 'sesuatu' itu begitu luar biasa.
"H-ha..li.." Thorn tersedak oleh tangisnya sendiri "t-tolong..aku.."
Halilintar pun berdiri, dengan gemetar ia meraup kedua pipi Thorn dan mempertemukan kedua netra mereka.
"Thorn..dengar..dengar aku....
-kamu mungkin berpikir kau tak punya siapa siapa.. kamu mungkin berpikir kamu gak pantas bahagia, gak pantas dicintai.. tapi kamu salah.. kamu punya aku. Aku disini, aku mencintaimu.. aku gak akan tinggalin kamu.. semua orang pantas bahagia, Thorn.."
"tolong kembalilah.." Halilintar berucap sedih.
Saat ia hendak memeluk kekasihnya itu, tubuh Thorn pun terhempas dari udara dan jatuh ke pelukan erat Halilintar.
Perlahan lahan, mata Thorn kembali seperti semula. Kegelapan yang menguasai kepalanya telah sirna. Halilintar pun terisak menyadari sepasang tangan membalas pelukannya.
"Hali.."
Halilintar melonggarkan pelukannya, ia tak dapat menahan airmatanya begitu melihat Thorn yang sudah kembali normal.
"kau cengeng sekali.." Thorn tersenyum kecil menatap kekasihnya. Meskipun dengan penampilan acak-acakan dan luka di wajahnya, ia masih terlihat tampan. Yang paling tampan di mata sang kekasih.
Mereka lalu kembali berpelukan.
"Hali.. maaf.."
***
Berita mengenai Thorn dan Taufan menyebar dengan cepat di penjuru sekolah.
Thorn sendiri harus menjalani beberapa sesi bersama psikolog setelah kejadian mengerikan itu, memastikan bahwa dirinya benar-benar sudah aman dan bebas dari alter ego yang selama ini menghantui kepalanya.
Taufan, setelah ia sadarkan diri di rumah sakit. Ia seperti orang yang tak tau apa apa. Bukan amnesia yang dialaminya, namun ia sendiri tidak tau bagaimana ia bisa berakhir di rumah sakit. Seluruh memorinya tentang perkelahian dan alter ego nya telah sirna entah kemana.
Gempa, orang di balik layar yang selama ini melakukan kejahatan di belakang semua orang pun tertangkap basah saat ketahuan hendak menyuntikan racun pada tubuh sepupunya sendiri yang tengah tertidur.
Tidak hanya itu, polisi melakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai anak ini dan menemukan fakta mencengangkan.
Rupanya selama ini Gempa dikenal sebagai seorang yang manipulatif. Ia memanipulasi pikiran orang lain demi keuntungannya sendiri. Ia memanipulasi Taufan, membuatnya menciptakan alter ego yang mencerminkan sisi jahatnya, bahkan mempengaruhinya untuk membunuh orang tua Thorn.
Selain itu, ia juga menggunakan sisi manipulatifnya untuk meyakinkan Thorn bahwa kematian orangtuanya adalah salahnya. Menanamkan pada otak anak itu bahwa tidak ada yang mencintainya, tidak ada yang menghargainya, sehingga anak itu menciptakan sosok pribadi lain dalam dirinya, alter ego-nya.
Dikarenakan hal-hal tersebut, Gempa dibawa ke pondok psikolog yang jauh dari kota. Hal ini dilakukan untuk mencegah Gempa berbuat lebih jauh, sisi manipulatif dalam dirinya sudah terlalu berbahaya.
Keadaan perlahan lahan berangsur membaik, kegiatan sekolah tetap berlangsung seperti biasanya. Thorn dan Halilintar pun kembali datang ke sekolah seperti sedia kala.
Di ruangan UKS , terlihat Halilintar sedang menyuapi Thorn dengan sarapan yang ia buat sendiri. Dengan riang, ia memuji keadaan Thorn yang sudah jauh lebih baik sekarang.
"kau tau, jangan dengarkan apa yang orang lain pikirkan tentangmu, tapi percayalah dengan dirimu sendiri" ujar Halilintar.
Thorn mengangguk "aku setuju.. mulai sekarang, aku tidak akan memandang rendah pada diriku sendiri. Aku bisa melakukannya, asalkan ada kamu di sisiku"
Halilintar tersenyum mendengarnya, ia mengangguk menanggapi ucapan Thorn barusan.
"aku janji akan selalu bersamamu" ucapnya.
Sambil memegang tangan Halilintar, Thorn memutar tubuhnya hingga benar-benar berhadapan dengan Halilintar. Ia menatap sosok di depannya dengan serius.
"kau tau.. aku belum pernah mengatakan ini padamu, dengan benar.."
Keduanya saling bertemu pandang hingga pipi Halilintar memerah dibuatnya. Saling menahan malu dan gugup yang bergejolak di dalam diri masing-masing.
"Halilintar Thunderstorm.. jadilah pacarku"
Senyum Halilintar melebar mendengarnya, menutup wajahnya dengan sebelah tangan, ia menyembunyikan rona merah di wajahnya dan netra-nya yang berkaca kaca.
"um.. baiklah"
Di balik pintu, tiga sosok berdiri di sana dengan pandangan yang tertuju pada dua insan yang tengah kasmaran di dalam ruangan. Ketiga sosok itu saling berpandangan lalu tersenyum tipis sebelum mereka berbalik dan pergi dari sana.
TAMAT
Jiahahahaha tamat!
Gimana gimana endingnya??
Sekali lagi makasih buat para readers, semoga kedepannya bisa buat cerita yang lebih baik lagi ^^
Sampai jumpa di ceritaku selanjutnya!! Bye bye! ✌
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro